KAIDAH KEBAHASAAN DALAM TEKS ARTIKEL

Studyinfostudy


KAIDAH KEBAHASAAN DALAM TEKS ARTIKEL

            Berikut Contoh Artikel

                                                         

 

MENUMBUHKAN KEMAMPUAN LITERAS

BACA-TULIS: ANTARA UPAYA DAN TANTANGAN

(oleh : Nana Sutisna, M.Pd.)

 

A.    Pengantar

 

Mengapa kemampuan literasi baca-tulis perlu ditumbuhkan terutama di kalangan peserta didik? Seberapa pentingkah kemampun literasi baca-tulis bagi peserta didik? Pertanyaan lebih jauh, seberapa berpengaruhkah kemampuan literasi  baca-tulis terhadap masa depan suatu bangsa? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saling terkait tersebut, mari kita simak uraian berikut ini. Baca-tulis merupakan keterampilan berbahasa yang perlu dikuasai peserta didik  dalam kehidupan sehari-hari. Menyusun laporan, merangkum bacaan, menyusun hasil praktikum, menjawab soal, hingga menyusun karya tulis adalah sebagian kegiatan peserta didik yang melibatkan kemampuan literasi baca-tulis.

 

Kemampuan literasi baca-tulis peserta didik akan mencerminkan wawasan pengetahuan yang dimilikinya.  Peserta didik yang literat berpotensi memiliki wawasan pengetahuan yang luas untuk  memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik tersebut relatif lebih mudah menjalani kehidupan, khususnya dalam bidang akademik. Sebaliknya, siswa yang aliterat akan kesulitan  dalam menjalani kehidupan terutama dalam bidang akademik. Dengan demikian, kemampuan literasi baca-tulis perlu ditumbuhkan di kalangan peserta didik.

 

Lantas bagaimana pengaruh kemampuan literasi baca-tulis terhadap masa depan bengsa?  Pada abad ke-21 ini, kemampuan berliterasi peserta didik berkaitan erat dengan tuntutan keterampilan baca-tulis yang berujung pada kemampuan memahami dan menuangkan informasi secara analitis, kritis, dan reflektif. Tak dapat dipungkiri, kemampuan literasi baca-tulis berperanan penting dalam memenangkan persaingan di dunia internasional.

B.     Tantangan Penumbuhan Budaya Literasi

 

Patut disayangkan, kemampuan literasi baca-tulis terutama dalam memahami bacaan, menunjukkan kompetensi peserta didik Indonesia tergolong rendah dibandingkan dengan negara lain. Hal ini terbukti dari hasil uji internasional literasi membaca yang mengukur aspek memahami, menggunakan, dan merefleksikan hasil membaca dalam bentuk tulisan. Pengujian ini dilakunkan  PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study)  tahun 2011. Berdasarkan data tersebut,  Indonesia menduduki peringkat ke - 45 dari 48 negara peserta dengan skor 428 dari skor rata-rata 500. Sementara itu, uji literasi membaca dalam PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2009  menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-57 dengan skor 396 dari skor rata-rata 493. Pada PISA 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke - 64 dengan skor 396 dari skor rata-rata 496. Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012.  (Dirjen Dikdasmen, 2016 : i)

 

Data di atas cukup mencemaskan kita semua. Bagaimana tidak? Alih-alih bangsa Indonesia sedang giat mempersiapkan  generasi emas 2045, dihadapkan pada kenyataan bahwa peserta didik yang digadang-gadangkan sebagai bonus demografi kemampuan literasinya rendah. Bonus demografi yang dimaksud adalah jumlah penduduk usia muda (usia rata-rata sekolah) lebih bayak dibandingkan dengan penduduk usia tua. Kondisi ini akan berlangsung antara tahun 2012 hingga 2035. Berdasarkan data  Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 diketahui bahwa jumlah anak usia 0 - 9 tahun mencapai 45,93 juta, dan anak usia 10 - 19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa. Mereka inilah kader generasi emas 2045.  Pada tahun 2045 mereka yang berusia 0 - 9 tahun akan berusia 35 - 45 tahun dan yang berusia 10 - 19 tahun akan berusia 45 - 54 tahun. Apabila potensi tersebut tidak dikelola dengan benar, tidak menutup kemungkinan genersi emas akan menjadi generasi lemas.

 

Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan literasi baca-tulis di kalangan peserta didik. Hal ini berkaitan dengan kultur lisan lebih dominan daripada baca-tulis  dalam lingkungan peserta didik. Peserta didik lebih tertarik mencari informasi dari menyimak tontonan daripada membaca tulisan. Di lingkungan sekolah, rendahnya kemampuan literasi baca-tulis peserta didik karena ketidaktahuan akan manfaat yang diperoleh dari kegiatan baca-tulis. Efektifitas praktik pelajaran baca-tulis di kelas yang masih kurang dan terbatasnya kuantitas dan kualitas buku rujukan menyebabkan  pempelajaran tersebut kurang berhasil. Selain itu, apresiasi  sekolah terhadap sarana penyaluran bakat  baca-tulis semisal majalah dinding, buletin, majalah sekolah, koran, buku sastra, dan blog atau situs sekolah masih tersendat.

 

C.    Upaya Menumbuhkan Kemampuan Literasi Baca-Tulis.

Untuk mengatasi rendahnya kemampuan literasi baca-tulis di kalangan peserta didik, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS adalah upaya menyeluruh yang melibatkan guru, peserta didik, orang tua, dan masyarakat. GLS memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan di dalam gerakan tersebut adalah “kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai”. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.

 

Setahun lebih GLS diluncurkan. Gaung GLS merasuk ke semua tingkatan pendidikan, terutama pendidikan dasar dan menengah, termasuk ke SMAN 2 Sumedang, tempat penulis mengabdi.  Dalam kurun waktu tersebut ketika upaya digulirkan serta-merta tantangan selalu hadir mengikutinya. Adapun upaya-upaya yang dilakukan  di SMAN 2 Sumedang untuk meningkatkan kemampuan literasi baca-tulis berpedoman pada  buku panduan GLS berkut ini.

 

1)      Tahap pembiasaan

Kegiatan pertama yang dilakukan di SMAN 2 Sumedang adalah pembiasaan membaca selama 15 menit setiap hari. Kegiatan yang dilakukan para guru adalah   membacakan kutipan buku dengan nyaring dan mendiskusikannya. Ada pula guru yang menyuruh   peserta didik membaca mandiri. Tujuan kegiatan ini adalah memotivasi peserta didik untuk mau dan terbiasa serta menunjukan  bahwa membaca sesuatu kegiatan yang menyenangkan. Disamping itu, tujuan kegiatan tersebut adalah untuk memperkaya kosakata, menjadi sarana berkomunikasi antara peserta didik dan guru, dan mengajarkan strategi membaca.

 

Kegiatan tahap pembiasaan selanjutnya adalah membaca buku dengan memanfaatkan peran perpustakaan.  Dalam praktiknya, perpustakaan sekolah menyelenggarakan kegiatan penunjang keterampilan literasi informasi bagi para peserta didik. Keterampilan ini kemudian diterapkan peserta didik saat mereka mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru bidang mata pelajaran yang diajarkan melalui tugas meringkas atau membuat sinopsis buku. Tujuan kegiatan ini adalah memperkenalkan  proses membaca, mengembangkan kemampuan membaca secara efektif dan meningkatkan kemampuan pemahaman bahan bacaan yang efektif.

 

Membaca terpandu dan membaca mandiri  adalah kegiatan berikutnya. Guru memandu peserta didik membaca dalam kelompok yang lebih kecil. Tujuan kegiatan ini adalah untuk aktif meningkatkan pemahaman, menganalisis bacaan, membuat tanggapan terhadap bacaan dan membuat peserta didik mampu membaca mandiri.

 

2)      Tahap Pengembangan

Tahap pengembangan adalah berbagai kegiatan tindak lanjut yang  dilakukan guru setelah kegiatan 15 menit membaca. Dalam tahap pengembangan ini, kegiatan tindak lanjut dilakukan secara berkala (misalnya 1 - 2 minggu). Adapun kegiatan tindak lanjut seperti berikut: menulis komentar singkat terhadap buku, bedah buku, reading award, dan mengembangkan iklim literasi sekolah.

 

3)      Tahap Pembelajaran

Dalam tahap pembelajaran ini berbagai jenis kegiatan pernah  dilakukan  di SMAN 2 Sumedang termasuk lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran. Kegiatan literasi lain dalam pembelajaran adalah dengan sistem pemberian tagihan akademik kepada peserta didik. Dalam hal ini, guru pun dituntut melaksanakan berbagai strategi untuk memahami teks dalam semua mata pelajaran. Menggunakan lingkungan fisik, sosial,  afektif, dan akademik disertai beragam bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang kaya literasi di luar buku teks pelajaran sangat dtekankan kepada guru-guru untuk memperkaya pengetahuan dalam mata pelajaran. Di samping itu, peserta didik dituntut menulis biografinya dalam satu kelas sebagai proyek kelas.

 

D.    Tantangan Menumbuhkan Kemampuan Literasi Baca-Tulis.

 

Pada tahap pembiasaan,  kegiatan membaca selama 15 menit setiap hari ini merupakan tantangan yang cukup berat bagi SMAN 2 Sumedang.  Meluangkan waktu lima belas menit dalam pembelajaran tampaknya kelihatan ringan.  Selama lima belas menit guru hanya dituntut membacakan kutipan buku dengan nyaring dan mendiskusikannya atau  peserta didik membaca mandiri. Pada kenyataanya, masih ada anggapan beberapa guru di SMAN 2 Sumedang yang tidak mau jam mengajarnya terpotong. Mereka beralasan selain itu terpotong kegiatan tersebut,  jam mengajar mereka terpotong pula oleh waktu berdoa, menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya, mengabsen peserta didik, dan lain-lain. Meskipun demikian, ada beberapa guru yang sudah melaksanakan kegiatan tersebut, namun masalah konsistensi dan kesinambungannya  tak bisa dijaga.

 

Membaca buku dengan memanfaatkan peran perpustakaan, membaca terpandu, dan membaca mandiri adalah kegiatan  berikutnya dalam tahap pembiasaan. Tantangan dalam kegiatan ini adalah kuantitas dan kualitas buku di perpustakaan sangat terbatas. Buku-buku penunjang, seperti buku sastra selalu tidak signifikan dengan jumlah siswa.

 

Setelah tantangan pada tahap pembiasaan, muncul pula tantangan pada kegiatan tahap pengembangan. Tak dapat dipungkiri, tantangan ini muncul karena  kegiatan ini adalah  tindak lanjut yang dilakukan guru setelah kegiatan 15 menit membaca. Dalam tahap pengembangan ini, kegiatan tindak lanjut dilakukan secara berkala (misalnya 1 - 2 minggu). Menulis komentar singkat terhadap buku yang dibaca di jurnal membaca harian adalah kegiatan tahap pengembangan yang selalu dihadapkan pada sebuah tantangan.  Walaupun jurnal membaca harian dapat dibuat secara sederhan, singkat, namun konsistensi selalu terkendala. Padahal peserta didik hanya mengisi sendiri jurnal hariannya dengan menyebutkan judul buku, dan pengarang.

 

Bedah buku secara sederhana dapat diartikan sebuah kegiatan mengungkapkan kembali isi suatu buku secara ringkas dengan memberikan saran terkait dengan kekurangan dan kelebihan buku tersebut. Tantangan yang dihadapi dalam kegiatan tahap ini adalah terbatasnya buku-buku baru yang berkualitas sebagai bahan resensi.  Di samping itu, faktor kejenuhan selalu menghantui peserta didik.

 

Reading award dan mengembangkan iklim literasi sekolah juga merupakan tindak lanjut kegiatan 15 menit membaca. Apabila dalam tahap pembiasaan sekolah mengutamakan pembenahan lingkungan fisik, dalam tahap pengembangan ini sekolah dapat mengembangkan lingkungan sosial dan afektif. Tantangan terberat dari kegiatan-kegiatan ini adalah belum populernya penghargaan prestasi literasi di kalangan warga sekolah. Prosedur penentuan penerima reading award belum sepenuhnya dipahami oleh pihak-pihak yang terkait.

 

Bagaimana dengan tantangan membangun iklim literasi sekolah? Ini merupakan tantangan yang tersulit. Menyadarkan seluruh warga untuk  melek litersi bukan perkara mudah. Perlu kerja sama yang serius antara kepala sekolah, guru, tata usaha, siswa, orang tua, dan masyarakat untuk mewujudkan gerakan mulia ini.

 

Terakhir, yang harus dihadapi dalam menumbuhkan kemampuan litarasi baca-tulis di kalangan peserta didik adalah tantangan dalam tahap pembelajaran. Tagihan akademik dan non akademik dari kegiatan ”lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran” memerlukan kesiapan dan ketelatenan semua warga sekolah. Selanjutnya, tantangan pada kegiatan tahap pembelajaran dalam melaksanakan berbagai strategi untuk memahami teks dalam semua mata pelajaran selalu dikesampingkan. Akibatnya, kegiatan ini membosankan peserta didik. Belum lagi penggunakan lingkungan fisik, sosial, afektif, dan akademik yang disertai beragam bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang kaya literasi di luar buku teks pelajaran belum maksimal.

 

E.     Solusi

 

Kemampuan baca-tulis  sebagai kemampuan literasi perlu ditekankan pada peseta didik mulai sejak dini. Lebih lanjut tingkatan minat baca-tulis peserta didik sangat menentukan kualitas dalam berwawasannya. Dalam proses pendidikan, keberhasilan mereka sangat ditentukan oleh kemampuan membaca dan menulis.

 

Keberhasilan dari  program literasi baca-tulis yang dilaksanakan di sekolah bergantung kepada berbagai pihak, seperti  kepala sekolah, guru, siswa, tata usaha, komite, dan orang tua. Sinergitas semua warga sekolah sangat diperlukan dalam hal ini. ”Membaca lima belas menit sebelum pelajaran di mulai setiap hari”, perlu difahami oleh semua warga sekolah bahwa kegiatan ini adalah pondasi bagi kegiatan literasi yang lainnya. Bagi guru yang merasa jam pelajarannya terpotong, dengan kesepakatan bersama, solusinya dengan mengeser lebih awal jam masuk sekolah. Biasanya jam 07.00 WIB bel berbunyi tanda masuk, digeser lebih awal menjadi jam 06.45 WIB. Jika kegiatan lima belas menit ini berjalan dengan lancar, tertib, dan berkesinambungan makan tahapan lain dari kegiatan literasi akan lancar pula.

 

Keberadaan  perpustaakaan yang representatif amat dibutuhkan dalam upaya penumbuhan kemampuan literasi baca-tulis. Kuantitas dan kualitas buku rujukan di perpustakaan menjadi sentral dalam kegiatan ini. Pembangunan lingkungan fisik, sosial, afektif, dan akademik yang disertai beragam bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang kaya literasi di luar buku teks pelajaran perlu mendapat perhatian setiap sekolah.

 

F.     Kesimpulan dan Harapan

 

”Lima belas menit begitu menenukan!” Ya, itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan betapa pentinggya kegiatan ini dalam meningkatkan kemampuan literasi baca-tulis di kalangan peserta didik. Mengapa demikan?  Lihat Permendikbud No. 23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti kalimat “kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai” tertuang secara eksplisit. Ini menunjukan bahwa jiwa dari gerakan litersi sekolah adalah pembiasaan membaca 15 menit sebelum pembelajaran dimulai setiap hari. Adapun kegiatan tahap pengembangan dan pembelajaran adalah tindak lanjut dari kegiatan ini.

 

Tampaknya  kegiatan membaca 15 menit ini banyak yang menganggap sepele. Padahal tidak demikian. Kegiatan membaca 15 menit ini dapat menentukan masa depan bangsa. Mudah-mudahan program ini dapat dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan berkesimambungan. Pada akhirnya, harapan hasil uji internasional PISA dan PIRLS peserta didik kita bisa sejajar dengan negara maju. Rasa pesimistis  dalam menyongsong era genersi emas 2045 dengan berbekal bonus demografi yang literat akan berubah menjadi optimistis. Bonus demografi tidak akan menjadi beban pembangunan melainkan  menjadi modal pembangunan di masa depan.

 

Marilah kita berupaya meningkatkan kemampuan literasi baca-tulis peserta didik. Meskipun di sana-sini tantangan selalu menghadang. Luangkanlah minimal 15 menit untuk memberi kesempatan  kita dan peserta didik untuk membaca. Jadikanlah kegiatan ini menjadi ladang ibadah bagi kita  dalam menuntut ilmu. Filsuf Muslim, Imam Ghozali, pernah berkata, ”Menuntut ilmu adalah taqwa. Menyampaikan ilmu adalah ibadah. Mengulang-ulang ilmu adalah zikir. Mencari ilmu adalah jihad. Semoga dan semoga! 

 

                                                                                    Sumedang, 10 November 2016

 

 

Kaidah-kaidah Kebahasaan artikel

Perhatikan kembali teks artikel yang telah dibaca tadi. Dapat dilihat bahwa teks tersebut tersusun dari beberapa paragraph. Paragraf-paragraf tersebut tersusun dari beberapa kalimat, selanjutnya kalimat-kalimat tersusun dari beberap kata. Dilihat dari susunan kalimat,  ternyata kaidah kebahasaan kalimat teks  artlikel didominasi kalimat fakta dan opini. Berikut ini contoh kalimat fakta dan opini dalam teks artikel:

A.      Menggunakan kalimat-kalimat fakta

1)      Bonus demografi yang dimaksud adalah jumlah penduduk usia muda (usia rata-rata sekolah) lebih bayak dibandingkan dengan penduduk usia tua.

2)      Kondisi ini akan berlangsung antara tahun 2012 hingga 2035.

3)      Berdasarkan data  Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 diketahui bahwa jumlah anak usia 0 - 9   tahun mencapai 45,93 juta, dan anak usia 10 - 19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa.

4)      Mereka inilah kader generasi emas 2045.  Pada tahun 2045 mereka yang berusia 0 - 9 tahun akan berusia 35 - 45 tahun dan yang berusia 10 - 19 tahun akan berusia 45 - 54 tahun.

 

B.      Menggunakan kalimat-kalimat opini

1)      Apabila potensi tersebut tidak dikelola dengan benar, tidak menutup kemungkinan genersi emas akan menjadi generasi lemas.

2)      Alih-alih bangsa Indonesia sedang giat mempersiapkan  generasi emas 2045, dihadapkan  pada kenyataan bahwa peserta didik yang digadang-gadangkan sebagai bonus demografi kemampuan literasinya rendah.

Teks artikel yang merupakan tulisan opini sering pula memunculkan kalimat retotis, ungkapan khas pengarang, istilah asing, konjungsi kausatif, dan konjungsi  Penunjuk waktu. Berikut ini ditampilkan contoh hal tersebut:

C.      Adanya penggunaan kalimat retoris

1)      Mengapa kemampuan literasi baca-tulis perlu ditumbuhkan terutama di kalangan peserta didik?

2)      Seberapa pentingkah kemampun literasi baca-tulis  bagi peserta didik?

3)      Pertanyaan lebih jauh, seberapa berpengaruhkah kemampuan literasi  baca-tulis  terhadap masa depasuatu bangsa?

 

D.      Menggunakan istilah khas/kedaerahan

1)      Alih-alih bangsa Indonesia sedang giat mempersiapkan  generasi emas 2045,dihadapkan pada kenyataan bahwa peserta didik yang digadang-gadangkan sebagai bonus demografi kemampuan literasinya rendah.

2)      Apabila potensi tersebut tidak dikelola dengan benar, tidak menutup kemungkinan genersi emas akan menjadi generasi lemas.

E.       Tidak menggunakan kata pengganti personal ( saya, kamu, Anda, dia dan lain-lain)

F.       Banyak menggunakan kata-kata populer asing

1)      Pengujian ini dilakunkan  PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study)    tahun 2011.

2)      Sementara itu, uji literasi membaca dalam PISA (Programme for International Student  Assessment) tahun 2009  menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada  peringkat ke-57 dengan skor 396 dari skor rata-rata 493

3)      Reading award dan mengembangkan iklim literasi sekolah juga merupakan tindak lanjut  kegiatan 15 menit membaca.

4)      Belum lagi penggunakan lingkungan fisik, sosial, afektif, dan akademik yang disertai beragam bacaan (cetak, visual, auditoridigital) yang kaya literasi di luar buku teks pelajaran belum maksimal

 

G.      Konjungsi yang  merujuk pada waktu, tempat, peristiwa, atau hal lainnya

yang  menjadi fokus ulasan.

Setelah tantangan pada tahap pembiasaan, muncul pula tantangan pada kegiatan tahap pengembangan.

 

H.      penggunaan konjungsi kausalitas, seperti sebab, karena, sebab, oleh sebab itu.

1)      Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan literasi baca-tulis di kalangan  peserta didik.

2)      Hal ini karena berkaitan dengan kultur lisan lebih dominan daripada baca-tulis dalam  lingkungan peserta didik.

Selain kaidah kebahasaan yang digunakan di atas terdapat juga kaidah kebahasaan yang lainnya seperti kalimat efektif dan tidak efektif yang digunakan.

Di bawah ini merupakan pemaparan mengenai kaidah kebahasaan  kalimat efektif yakni :

A.    Kalimat Efektif

Ciri-Ciri Kalimat Efektif Beserta Contohnya

1)      Memiliki minimal subjek dan predikat

Contohnya sebagai berikut:

Darto melempar bola hingga masuk ke keranjang.

Di dalam kalimat itu terdapat subjek, predikat, dan objek. Subjeknya adalah ‘Darto’, predikatnya ‘melempar’, dan objeknya adalah bola. Kalimat tersebut terdapat subjek dan predikat dan oleh karena itu dapat dikategorikan sebagai kalimat efektif.

1)      Hemat dalam penggunaan kata-kata

Kalimat efektif memiliki susunan yang tidak bertele-tele. Dengan demikian, pembaca dapat mengetahui informasi yang ada dalam kalimat tersebut.

Contohnya sebagai berikut:

 

Para penonton kecewa dengan acara yang disajikan.

 

Dari kalimat tersebut terlihat informasi yang ingin disampaikan, yakni ‘para penonton’ merasakan kecewa. Kalimat tersebut tidak bertele-tele dan langsung memberikan informasi di dalamnya kepada pembaca.

 

2)      Menyampaikan informasi di dalamnya secara logis

Artinya, di dalam kalimat tersebut susunan informasinya dapat langsung dicerna dan sesuai dengan nalar.

Contohnya sebagai berikut:

 

Mayat yang terpotong-potong itu mondar-mandir di Detos. (tidak efektif/baku)

 

Sebelum menjadi mayat yang terpotong-potong, ia mondar-mandir di Detos. (kalimat efektif/baku)

 

Pada kedua contoh tersebut terlihat perbedaan antara kalimat efektif dan tidak. Pada kalimat efektif, urutan waktunya sangat logis dan isi informasinya dapat langsung diterima pembacanya. Sedangkan, kalimat yang tidak efektif terlihat membingungkan.

 

3)      Penulisannya sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) atau dulu disebut dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

Contohnya sebagai berikut:

 

Seorang dokter harus pandai menganalisa pasien. (tidak efektif/baku)

 

Seorang dokter harus pandai menganalisis pasien. (kalimat efektif/baku)

 

Pada kedua kalimat tersebut terdapat perbedaan pada kata ‘menganalisa’ dan ‘menganalisis.’ Bila mengacu pada PUEBI, maka kata yang tepat adalah ‘menganalisis.’ Jadi, kalimat efektif selalu menggunakan kata-kata yang merujuk pada PUEBI.

4)      Memiliki keparalelan bentuk atau memiliki kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam kalimat

Pada kalimat efektif, gaya paralelisme menempatkan unsur yang setara dalam konstruksi yang sama. Adapun, paralelisme atau kesejajaran bentuk itu bertujuan untuk membantu memberi kejelasan dalam unsur gramatikal dengan memperhatikan bagian-bagian yang sederajat dalam konstruksi yang sama.

Sederhananya, kata-kata dalam kalimat efektif memiliki kesamaan bentuk dan sederajat.

Contohnya sebagai berikut:
Kebutuhan yang harus dipersiapkan adalah buku, penggaris, dan menghapus. (tidak efektif/baku)

Kebutuhan yang harus dipersiapkan adalah buku, penggaris, dan penghapus. (kalimat efektif/baku)

Pada kalimat pertama, kata ‘buku’, ‘penggaris’, dan ‘menghapus’ tidak memiliki kesamaan bentuk ataupun sederajat. Sebab, kata ‘buku’, dan ‘penggaris’ merupakan kata benda sedangkan ‘menghapus’ adalah kata kerja.

Pada kalimat kedua, kata ‘buku’, ‘penggaris’, dan ‘penghapus’ memiliki kesamaan bentuk atau berposisi sederajat dalam konstruksi kalimat tersebut. Ketiga kata tersebut merupakan kata benda.

5)      Kalimat efektif tidaklah ambigu

Ciri tersebut berkaitan dengan tujuan utama dari kalimat efektif, yakni memberikan informasi secara jelas kepada pembaca atau pendengarnya. Oleh sebab itu, kalimat yang efektif tidak memiliki potensi bermakna ganda.

Contohnya sebagai berikut:

Ayah membeli tujuh karung beras. (tidak efektif/baku)

 

Ayah membeli beras sebanyak tujuh karung. (kalimat efektif/baku)

 

Pada kalimat pertama, informasi yang ada di dalamnya tidak begitu jelas. Hal itu membuat pembacanya menjadi bingung karena ada keambiguan maknanya. Sedangkan, pada kalimat kedua, informasi yang disampaikan sangat jelas dan tidak membingungkan.

 

 

Sumber : Setiarini,Indah wukir.2017.Bahasa indonesia SMK kelas XII.Bogor:Yudish Tira

 


Posting Komentar

0 Komentar