HAKIKAT SEJARAH - RUANG LINGKUP SEJARAH

RUANG LINGKUP SEJARAH



A. Sejarah sebagai Peristiwa

    Benarkah sejarah berulang? Sepintas kita akan menjawab tidak, karena tidak ada peristiwa yang dapat terjadi lagi, misalnya Perlawanan Pattimura (1817), Perlawanan Kaum Padri (1821-1838), Perlawanan Diponegoro (1825-1830) dan lain-lain. Jadi sejarah sebagai peristiwa adalah menyangkut peristiwanya itu sendiri yang tidak mungkin terulang lagi (eimalig/terjadi sekali saja) yang disebut oleh Moh. Ali sebagai sejarah objektif. Sejarah sebagai peristiwa menyangkut kesadaran sebagai manusia yang bersejarah (manusia memliki sejarah) dan menyejarah (hanya manusia yang dapat membuat sejarah).

    Dalam sejarah sebagai peristiwa, sejarah ditempatkan sebagai fakta kejadian dan kenyataan yang benar-benar terjadi pada masa lampau (historie realita). Kejadian atau peristiwa masa lampau tersebut kemudian dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengetahui dan merekonstruksi kehidupan manusia pada masa tersebut.

    Kenyataan sejarah itu pada dasarnya objektif, artinya suatu kenyataan peristiwa yang memang benar-benar terjadi. Peristiwa itu dapat kita ketahui melalui bukti-bukti yang dapat menjadi saksi terhadap peristiwa itu. Peristiwa dalam cakupan sejarah berarti segala sesuatu yang telah berlangsung pada waktu yang telah lalu dan menimbulkan akibat pada kehidupan manusia pada waktu itu dan pada masa setelahnya.


B. Sejarah sebagai Kisah

    Sejarah sebagai kisah adalah sejarah yang menyangkut penulisan suatu peristiwa oleh seseorang sesuai dengan konteks zaman dan latar belakangnya. Sejarah sebagai kisah, karena dapat dikisahkan atau ditulis lagi oleh siapa saja dan kapan saja, sehingga ada proses keberlanjutan. Sejarah sebagai kisah sering juga disebut sebagai sejarah subjektif.

    Kisah sejarah disampaikan baik berupa tulisan atau lisan. Secara tulisan, kisah sejarah ini dapat dilihat dalam bentuk buku, majalah atau surat kabar. Secara lisan, kisah sejarah dapat diperoleh dari ceramah, percakapan, atau pelajaran di sekolah. Subjektivitas dalam penyampaian sejarah disebabkan oleh faktor-faktor dari penulis atau penutur sejarah. Faktor-faktor yang memengaruhi antara lain sebagai berikut :
    1. Kepentingan dan Nilai-nilai

      Penulis sejarah memiliki kepentingan dalam menulis atau menuturkan sejarah. Kepentingan itu bisa bersifat pribadi atau kelompok. Kepentingan pribadi akan banyak ditonjolkan dalam sebuah biografi. Seorang tokoh secara pribadi ingin menunjukkan bahwa pribadinya mempunyai peran dalam sebuah peristiwa penting. Penulisan sejarah untuk kepentingan kelompok tergantung kelompok mana yang dikaji penulis atau penutur.

      Nilai-nilai yang dimiliki seorang penulis pun akan memengaruhi penulisan atau penuturan sejarah. Nilai-nilai itu berupa keyakinan yang bersumber dari agama atau moral etika, nasionalisme, dan lain-lain.

    2. Kelompok Sosial

      Kelompok sosial maksudnya di lingkungan di mana ia bergaul dan berhubungan dengan orang-orang yang pekerjaannya atau statusnya sama. Penulisan sejarah biasanya dilakukan oleh ahli sejarah dan juga oleh penulis yang bukan sejarawan seperti wartawan, kolumnis, guru, dan lain-lain. Perbedaan latar belakang kelompok sosial akan memberikan perbedaan dalam penulisan sejarah.

    3. Perbendaharaan Pengetahuan

      Seberapa jauh pengetahuan yang dimiliki penulis atau penutur sejarah akan memengaruhi kisah sejarah. Pengetahuan yang dimaksud baik pengetahuan fakta maupun pengetahuan dari ilmu pengetahuan. Bagi penulis atau penutur yang memiliki wawasan luas akan mengkisahkan suatu peristiwa dengan jelas dan lengkap. Seorang saksi yang langsung menyaksikan atau terlibat dalam suatu peristiwa akan memiliki pengetahuan fakta yang lebih banyak dibanding dengan orang yang tidak terlibat secara langsung, walaupun orang tersebut mengetahuinya.

      Pengetahuan yang dimiliki oleh penulis sejarah akan memengaruhi terhadap hasil tulisannya. Seorang penulis yang memiliki sumber-sumber atau fakta sejarah yang banyak, maka ia akan menampilkan suatu kisah sejarah yang lebih mendalam.

    4. Kemampuan Berbahasa

      Fakta yang ditemukan oleh penulis sejarah akan dikemukakan dalam bentuk bahasa. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi. Walaupun seseorang memiliki sumber dan data yang lengkap, tetapi jika gaya bahasanya sulit dimengerti, maka cerita sejarah itu akan terasa kering dan tidak menarik. Kemampuan berbahasa dalam menulis sejarah dapat berupa kemampuan berimajinasi, yaitu bagaimana seorang penulis merekonstruksi fakta atau bukti-bukti sejarah yang kemudian disusun dalam bentuk cerita sejarah. Penulis sejarah harus mampu menghidupkan masa lalu melalui penulisan dengan bahasa yang baik.


C. Sejarah sebagai Ilmu

    Pengetahuan yang didapat berdasarkan pengalaman, disebut pengetahuan pengalaman atau sering disebut pengalaman, sedangkan pengetahuan yang didapat berdasarkan penelitian disebut ilmu. Suatu pengetahuan disebut ilmu jika memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut.

1. Objek yang Definitif

Objek sejarah adalah kehidupan manusia masa lampau yang selanjutnya dapat dikaitkan dengan kehidupan masa sekarang dan masa yang akan datang. Sejarah memiliki ruang lingkup yang jelas yakni apa yang dipikirkan, dilakukan, dirasakan manusia. Selain itu sejarah juga memiliki waktu yang jelas. Masalah yang menjadi objek kajian sejarah ialah kejadian-kejadian di masa lalu yang menimbulkan perubahan dalam kehidupan manusia, kejadian-kejadian itu merupakan hubungan sebab akibat.


2. Memiliki Metode

Metode penelitian sejarah dapat diartikan sebagai metode atau cara yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian peristiwa sejarah dan permasalahannya. Bukti berupa fakta-fakta sejarah yang ada dikumpulkan untuk selanjutnya diteliti dengan langkah-langkah metodologi sejarah.
Sejarah memiliki metode tersendiri dalam rangka penelitiannya, yakni metode sejarah yang terdiri dari langkah-langkah berikut.

    a) Tahap Heuristik (Pengumpulan Sumber Sejarah)
  Sejarah sebagai peristiwa yang terjadi pada masa lampau, dapat diungkap kembali oleh sejarah berdasarkan sumber-sumber sejarah yang dapat ditemukan. Meskipun demikian, tidak semua peristiwamasa lampau dapat diungkap secara lengkap karena terbatasnya sumber sejarah. penelitian dan penulisan sejarah, peran atau keberadaan sumber sejarah menjadi sesuatu yang sangat penting. Sumber sejarah merupakan bahan utama yang digunakan untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan peristiwa sejarah yang benar-benar terjadi pada masa lalu.

  1. Sumber Sejarah Berdasarkan Bentuknya
    Seorang sejarawan dapat mengkaji berbagai jenis sumber sejarah yang ada untuk mendapatkan informasi yang akurat. Berdasarkan bentuknya, sumber sejarah terbagi dalam tiga bentuk besar, yaitu sumber benda (artefak), sumber lisan, dan sumber tertulis. Berikut penjelasan ketiga sumber tersebut.

    - Sumber yang berupa benda (artefak), misalnya fosil, bekas tempat tinggal, bangunan candi, masjid, dan perhiasan.

    - Sumber lisan, yaitu sumber yang diturunkan dari satu generasi ke generasi yang lain. Sumber lisan antara lain sebagai berikut.
    Sumber lisan sezaman (sejarah lisan), yaitu keterangan lisan dari saksi mata atau orang yang sezaman dengan peristiwa sejarah.
    Sumber lisan tidak sezaman (tradisi lisan), berbentuk ucapan-ucapan lisan yang disampaikan turun-temurun. Contohnya adalah dongeng, cerita rakyat, peribahasa, dan nyanyian.

    - Sumber tertulis, adalah sumber yang berupa surat-surat, notulen rapat, kontrak kerja, piagam, arsip, dan dokumen tertulis lainnya.

  2. Sumber Sejarah Berdasarkan Sifatnya
    Selain dari bentuknya sumber sejarah juga dapat dibedakan dari sifatnya. Berdasarkan sifatnya, sumber sejarah terbagi dalam tiga sumber yaitu sumber primer, sumber sekunder, dan sumber tersier. Berikut penjelasan ketiga sumber tersebut.

    - Sumber Primer
    Sumber primer disebut juga sumber pertama atau sumber utama. Contoh sumber primer, yaitu kesaksian langsung dari pelaku sejarah (sumber lisan), dokumen-dokumen, naskah perjanjian, arsip (sumber tertulis), dan benda atau bangunan sejarah atau benda-benda arkeologi (sumber sejarah).

    - Sumber Sekunder
    Sumber sekunder disebut juga sumber kedua karena bukan berasal dari kesaksian pelaku sejarah sendiri, melainkan saksi dari seseorang yang tidak menyaksikan peristiwa yang dikisahkan. Sumber sekunder dapat dipahami sebagai sumber informasi yang menyajikan penafsiran, analisis, penjelasan, dan ulasan dari pengarang terhadap topik tertentu. Sumber sekunder bisa juga berupa analisis atau paparan yang mengambil sumber primer sebagai objek pembahasannya, sehingga dapat dikatakan bahwa sumber sekunder merupakan reproduksi dari sumber primer. Seringkali, sumber sekunder ditulis atau direkan bertahun-tahun setelah suatu peristiwa bersejarah terjadi. Contoh sumber sekunder: buku teks, ensiklopedia, artikel majalah atau jurnal, tesis dan disertasi,  biografi, indeks dan abstrak, serta kamus.

    - Sumber Tersier
    Sumber tersier merupakan suatu kumpulan kompilasi sumber primer dan sumber sekunder. Contoh sumber tersier adalah bibliografi, katalog perpustakaan, direktori, dan daftar bacaan. Jenis sumber sejarah ini sering ditujukan untuk menampilkan informasi yang secara umum diketahui banyak pihak, atau banyak orang yang mengetahuinya tanpa klaim mengenai orisinalitasnya. Sumber tersier dikenal juga dengan sebutan sumber ketiga, sumber tersier ini dapat berupa buku atau laporan penelitian sejarawan tanpa melakukan penelitian langsung.

    b) Tahap Kritik Sejarah (Verifikasi)
    Kritik terhadap sumber yang diperoleh sangat penting sebagai langkah mengetahui kebenaran suatu sumber. Sebagai peneliti yang rasional, sejarawan haruslah bersikap curiga, sangsi (bimbang atau ragu-ragu), dan berhati-hati tantang keterangan sumber sebelum menerima atau memercayai kebenarannya. Proses menilai dan mengkritik sumber juga dikenal sebagai quellinkritik, yaitu kajian yang kritis terhadap sumber yang ada. Dalam melakukan kritik sumber, terdapat dua hal penting yang harus dilakukan, yakni kritik autentisitas (kritik ekstern) dan kritik kredibilitas (kritik intern). Kritik ekstern adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Sebaliknya, kritik intern digunakan untuk menguji kebenaran sumber atau dokumen yang telah Anda dapatkan.

    c) Tahap Penafsiran Sejarah (Interprestasi)
    Interpretasi merupakan suatu penafsiran terhadap suatu peristiwa atau memberikan pandangan teoritis terhadap suatu peristiwa sejarah. Sumber-sumber yang telah diperoleh dan diuji otentisitas (keaslian) dan kredibilitasnya, maka akan diperoleh fakta-fakta sejarah. Fakta-fakta itu kemudian diinterpretasikan atau diberi penafsiran sehingga akan diperoleh penyajian yang bermakna dan saling berhubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain. Sementara itu, dalam menafsirkan fakta sejarah dilakukan interpretasi dengan melalui dua hal, yaitu analisis dan sintesis. Fakta terdiri dari fakta keras (hard fact), yaitu fakta yang sudah tidak dapat diubah lagi atau merupakan fakta yang sudah diyakini sebagian besar penulis sejarah dan fakta lunak (soft fact), yaitu fakta yang masih mengandung banyak perdebatan.

    d) Tahap Penulisan Sejarah (Historiografi)
    Langkah akhir dari metode penelitian sejarah adalah historiografi atau penulisan peristiwa sejarah. Dalam melakukan penelitian sejarah, Anda harus berusaha seobjektif mungkin. Artinya, sebisa mungkin tidak mendukung salah satu kelompok dalam penulisan sejarah. Anda memang harus berempati (turut merasakan) terhadap masa lampau, tetapi tidak untuk menjadi manusia masa lampau. Kesulitan untuk bersikap objektif terjadi semata-mata karena konsep pemikiran individu akan sangat berpengaruh terhadap objektivitas penulisan sejarah. Dalam menyajikan hasil penulisan sejarah setidaknya harus ada tiga bagian penting yakni pengantar, hasil penelitian, dan kesimpulan.


3. Formulasi dari Kebenaran

Fakta sejarah yang disajikan dalam bentuk cerita diusahakan mendekati seperti peristiwa aslinya. Hal ini dilakukan dengan analisis data secara ilmiah. Kebenaran fakta sejarah diperoleh dari penelitian sumber sejarah yang dikumpulkan. Kebenaran fakta sejarah adalah objektif karena dalam menyusun kisah sejarah harus berdasarkan fakta yang ada.


4. Penyusuna yang Sistematis

Kisah sejarah disusun dengan sistematis, mulai dari langkah pertama sampai terakhir dilakukan secara runut berdasarkan tahun kejadian dan peristiwa yang mengawalinya.

Sejarah sebagai ilmu merupakan pengetahuan tentang masa lampau yang disusun secara sistematis dengan metode kajian secara ilmiah agar mendapatkan kebenaran mengenai peristiwa masa lampau.

Menurut Kuntowijoyo, seorang sejarawan dari Indonesia, sejarah sebagai ilmu mempunyai ciri-ciri atau karakteristik sebagai berikut.

    a) Bersifat Empiris
    Empiris berasal dari kata Yunani emperia artinya pengalaman, percobaan, penemuan, pengamatan yang dilakukan. Sejarah bersifat empiris maksudnya bahwa sejarah melakukan kajian atas peristiwa yang benar-benar terjadi di masa silam. Peristiwa itu akan didokumentasikan dan menjadi bahan penelitian para sejarawan untuk menemukan fakta. Fakta-fakta ini kemudian diinterpretasikan sehingga timbul tulisan sejarah. Jika kita bercerita tentang terjadinya perang, maka perang itu benar-benar pernah terjadi berdasarkan bukti-bukti peninggalan yang ditemukan atau kemungkinan masih adanya saksi hidup yang masih ada.

    Sejarah bersifat sementara maksudnya di dalam ilmu pengetahuan, kebenaran yang dihasilkan sifatnya tidak mutlak. Tidak seperti halnya kebenaran dalam agama yang bersifat mutlak. Kebenaran ilmu pengetahuan bersifat sementara, artinya dapat dibantah apabila ditemukan teori-teori baru. Dalam sejarah, kebenaran sementara ini dapat dalam bentuk perbedaan penafsiran terhadap suatu peristiwa. Perbedaan ini dapat diterima selama didukung oleh bukti yang kuat. Sifatnya yang sementara inilah yang membuat ilmu itu terus berkembang.

    b) Memiliki Objek
    Objek sejarah yaitu perubahan atau perkembangan aktivitas manusia dalam dimensi waktu (masa lampau). Waktu merupakan unsur penting dalam sejarah. Waktu dalam hal ini adalah waktu lampau, sehingga asal mula maupun latar belakang peristiwa menjadi pembahasan utama dalam kajian sejarah.

    c) Memiliki Teori
    Teori merupakan pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa. Teori dalam sejarah berisi satu kumpulan tentang kaidah-kaidah pokok suatu ilmu. Teori tersebut diajarkan berdasarkan keperluan peradaban. Rekonstruksi sejarah yang dilakukan peneliti tentunya berdasarkan teori-teori penunjang penelitian yaitu teori sebab akibat, eksplanasi, objektivitas dan subjektivitas.

    d) Memiliki Metode
    Metode merupakan cara yang teratur dan berpikir baik untuk mencapai suatu maksud. Setiap ilmu tentu memiliki tujuan. Tujuan dalam ilmu sejarah adalah menjelaskan perkembangan atau perubahan kehidupan masyarakat. Metode dalam ilmu sejarah diperlukan untuk menjelaskan perkembangan atau perubahan secara benar. Dengan menggunakan metode sejarah yang tepat seorang sejarawan bisa meminimalisasikan kesalahan dan dapat membuat kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan.


5. Mempunyai Generalisasi

Studi dari setiap ilmu mempunyai suatu kesimpulan. Kesimpulan tersebut menjadi kesimpulan umum atau generalisasi. Jadi, generalisasi merupakan sebuah kesimpulan umum dari pengamatan dan pemahaman penulis.


D. Sejarah sebagai Seni

    Seseorang menulis suatu karya (sejarah sebagai kisah) berdasarkan jejak-jejak masa lampau yang berupa sumber-sumber yang telah diseleksi secara ilmiah, baru dianggap sebagai sumber lepas, belum dianggap sebagai historiografi sejarah yang valid. Hasil penelitian sumber-sumber merupakan bahan-bahan bagi penyusunan penulisan sejarah sebagai kisah. Bahan-bahan lepas, daftar, atau deretan angka-angka tahun serta catatan-catatan peristiwa baru merupakan kronik dan bukan sejarah. Hal ini baru dapat dikatakan sebagai sejarah setelah dirangkai, disusun oleh seorang sejarawan atau peminat sejarah, dengan menggunakan metode sejarah dan hasilnya menjadi suatu kisah. Hal ini berarti meskipun seseorang menulis suatu kisah/sejarah berdasarkan sumber-sumber yang sama, belum tentu sama pula hasilnya. Perbedaan tersebut bukan dalam data atau sumber, melainkan dalam penafsiran dan penyimpulannya, karena latar belakang pendidikan, pengalaman, imajinasi, emosi penulisnya. Karena sejarah disusun dengan perbedaan penyajian dan penulisan berkaitan dengan imajinasi, emosional dan gaya, serta keindahan bahasa, maka dapat disimpulkan bahwa sejarah termasuk karya seni walaupun proses penelitiannya dilakukan secara ilmiah.
    
    Sejarah sebagai seni adalah imajinasi terhadap fakta-fakta sejarah, sehingga didapatkan gambaran kehidupan manusia di masa lampau. Sejarah dikatakan sebagai seni sebab dalam rangka penulisan sejarah, seorang penulis memerlikan intuisi, imajinasi, emosi, dan gaya bahasa.

    George Macauly Travelyan (tokoh penganjur sejarah sebagai seni) mengatakan bahwa menulis sebuah kisah peristiwa sejarah tidak mudah karena memerlukan imajinasi dan seni. Menulis sejarah merupakan seni, filsafat, polemik, dan dapat sebagai propaganda. Dalam penulisan kisah sejarah, perlu menggunakan bahasa yang indah, komunikatif, menarik, dan isinya mudah dimengerti.

    Kelemahan dari sejarah sebagai seni antara lain sebagai berikut.

1) Penulisan sejarah akan terbatas

    Penulisan sejarah terbatas pada objek-objek yang dapat dideskripsikan , penuh gambaran tentang perang dan biografi, tema sejarah lain yang penting, seperti sejarah ekonomi dan sejarah kuantitatif yang menggunakan angka-angka dan analisis tidak ditulis.

2) Berkurangnya ketepatan dan objektivitas

    Oleh karena penulisan sejarah berdasarkan pada fakta, sedangkan seni merupakan hasil imajinasi, maka sejarah terlalu dekat dengan seni, sehingga dapat mengurangi ketepatan dan objektivitas.

Posting Komentar

0 Komentar